Gilles Deleuze adalah salah satu filsuf paling berpengaruh dalam filsafat materialisme kontemporer. Ia menolak gagasan bahwa dunia ini terdiri dari substansi yang tetap dan hierarkis. Sebaliknya, ia melihat dunia sebagai jaringan yang terus berubah di mana materi bukanlah sesuatu yang pasif, tetapi penuh dengan dinamika dan potensi. Materialisme Deleuze sering dikaitkan dengan “materialisme vital”, yaitu pandangan bahwa materi itu hidup, aktif, dan terus berproses.
Kita akan secara
ringkas menjelajahi bagaimana Deleuze memahami materialisme, dengan fokus pada
tiga konsep utama: imanensi, rhizome, dan badan tanpa organ (body without
organs, BwO). Untuk memperjelas, kita juga akan menggunakan
ilustrasi dan contoh dari kehidupan sehari-hari.
Deleuze
menolak gagasan bahwa ada realitas “lebih tinggi” yang mengatur dunia material
(seperti Tuhan dalam metafisika tradisional atau Idea dalam filsafat
Platonis). Sebaliknya, ia berpendapat bahwa segala sesuatu ada dalam dunia ini
sendiri: tidak ada yang “di luar” atau “di atas” dunia material. Inilah yang
disebut imanensi.
Imanensi
ini seperti alam semesta seperti lautan luas tanpa batas. Tidak ada gunung yang
lebih tinggi atau lembah yang lebih dalam; semua fenomena terjadi dalam satu
medan yang sama. Gelombang besar, riak kecil, atau arus bawah laut semuanya terhubung
dan bekerja saling memengaruhi satu sama lain.
Deleuze
ingin menunjukkan bahwa tidak ada kategori tetap yang memisahkan antara “realitas
yang lebih tinggi” dan “realitas yang lebih rendah”. Manusia, hewan, tumbuhan,
bahkan benda mati semuanya berada dalam jaringan yang sama; tidak ada yang
lebih “murni” atau “bermakna” daripada yang lain.
Dengan
kata lain, dalam materialisme Deleuze, manusia bukan pusat realitas. Kita
hanyalah bagian dari jaringan kehidupan yang lebih besar, di mana setiap
entitas memiliki cara kerjanya sendiri tanpa harus dibandingkan atau dikuasai
oleh yang lain.
Adapun
konsep rhizome mengacu pada jaringan yang tak terpusat. Jika filsafat
tradisional sering menggunakan pohon sebagai metafora untuk struktur
pengetahuan, dengan akar sebagai fondasi dan cabang sebagai pengembangannya,
Deleuze menolak model ini. Ia mencandranya bagaikan rhizome, yaitu jaringan
akar yang tumbuh ke segala arah tanpa pusat yang tetap.
Dalam
pemikiran Deleuze, ide-ide, tubuh, masyarakat, dan bahkan alam semesta bekerja
seperti rhizome. Mereka tidak berkembang dalam garis lurus, tetapi dalam
jaringan yang saling berhubungan, berubah, dan beradaptasi.
Implikasinya adalah bahwa tidak ada “kebenaran tunggal” yang menjadi pusat
segala pengetahuan. Maka dari itu, tidak ada hierarki dalam keberadaan, sebab
semua hal berkontribusi dengan cara mereka yang unik. Dengan kata lain, dunia
sosial, biologis, dan bahkan ideologi bergerak seperti jaringan, bukan sistem
yang baku.
Gagasan
menarik lainnya ialah “Badan Tanpa Organ” (Body without Organs, BwO),
menandaskan materi yang terus berubah. Konsep ini merupakan cara Deleuze untuk
menggambarkan materi sebagai sesuatu yang fleksibel, tanpa struktur yang baku.
Bayangkan adonan
tanah liat. Tanah liat ini bisa menjadi bentuk apa saja: bisa menjadi patung,
bisa juga menjadi lempengan datar, bisa dipecah-pecah, atau dilebur kembali.
Tidak ada bentuk tetap, dan potensi perubahan selalu ada. Dalam tubuh manusia
dan sistem sosial, konsep BwO mengacu pada potensi untuk melampaui
batas-batas yang selama ini dipaksakan oleh aturan dan norma sosial.
Maka,
kita tak lagi melihat tubuh manusia sebagai entitas yang statis, tetapi sesuatu
yang bisa berubah dan beradaptasi. Implikasinya, identitas, gender, dan
struktur sosial bukan sesuatu yang tetap, tetapi selalu bisa dirancang ulang.
Dengan kata lain, setiap benda atau fenomena memiliki kemungkinan untuk menjadi
sesuatu yang lain.
Materialisme
Deleuze mengundang kita untuk memikirkan ulang tentang bagaimana kita memahami
dunia material. Ia menolak hierarki dan melihat bahwa segala sesuatu itu
dinamis, terhubung, dan memiliki potensi untuk berubah.
0 Komentar