Pendekatan New Materialism dalam filsafat kontemporer telah membuka cara baru dalam memahami hubungan antara manusia dan dunia material. Salah satu filsuf yang berkontribusi adalah Jane Bennett. Ia membongkar cara tradisional kita dalam memahami materi, yang sering dianggap sebagai sesuatu yang pasif dan tidak memiliki agensi, menawarkan gagasan bahwa benda-benda di sekitar kita memiliki vitalitas atau vibrancy, yang memengaruhi kehidupan manusia dan lingkungan sosial kita.
Salah satu
gagasan utama dalam pemikiran Jane Bennett adalah konsep vitalitas material,
yaitu keyakinan bahwa benda-benda memiliki kapasitas untuk bertindak dan memengaruhi
dunia, meskipun tidak dalam cara yang sama seperti manusia. Bennett menolak
dikotomi antara subjek dan objek, serta mengusulkan bahwa manusia bukanlah
satu-satunya agen dalam sistem ekologi dan politik. Ia berargumen bahwa
benda-benda material, baik alami maupun buatan, memiliki dampak yang dapat
membentuk realitas sosial dan politik.
Sebagai
contoh, Bennett mengisahkan pengalamannya menemukan sampah berserakan di
selokan Baltimore, yang terdiri dari sarung tangan plastik, cincin logam,
rantai, dan batang kayu. Ia kemudian merenungkan bagaimana benda-benda ini
tampak memiliki “kehidupan” sendiri, bekerja bersama dalam sistem drainase
kota, menciptakan efek tertentu dalam ekosistem urban. Dengan pendekatan New
Materialism, sampah ini tidak hanya dianggap sebagai objek pasif, melainkan
sebagai bagian dari jaringan hubungan yang lebih besar yang memengaruhi manusia
dan lingkungan.
Selain
menyoroti vitalitas benda, Bennett juga menghubungkan New Materialism
dengan ekologi politik. Ia menekankan bahwa manusia sering mengabaikan
bagaimana materialitas berkontribusi terhadap sistem politik dan ekonomi. Dalam
perspektif ini, materialitas bukan sekadar sesuatu yang dapat dimanipulasi oleh
manusia, melainkan kekuatan aktif dalam membentuk kebijakan dan keputusan.
Sebagai
contoh, dalam isu perubahan iklim, Bennett berpendapat bahwa pendekatan New
Materialism dapat membantu kita memahami bagaimana unsur-unsur material
seperti karbon dioksida, plastik, dan limbah industri memiliki peran aktif
dalam membentuk krisis lingkungan. Dengan mengakui agensi material, kita dapat
melihat perubahan iklim bukan hanya sebagai masalah yang dihasilkan oleh
kebijakan manusia, tetapi sebagai hasil interaksi kompleks antara sistem alam
dan buatan manusia.
Misalnya,
dalam konteks perubahan iklim, beberapa kritikus berpendapat bahwa menganggap
material seperti karbon sebagai agen aktif dapat mengalihkan perhatian dari
peran aktor politik dan korporasi dalam menciptakan krisis lingkungan.
Pendekatan ini dapat berisiko mengurangi akuntabilitas manusia dan memungkinkan
perusahaan atau pemerintah untuk menghindari tanggung jawab atas eksploitasi
sumber daya alam.
Selain
itu, beberapa filsuf, seperti Timothy Morton, berargumen bahwa gagasan
vitalitas benda bisa terlalu spekulatif dan sulit dibuktikan secara empiris.
Jika setiap benda dianggap memiliki agensi, bagaimana kita membedakan tingkat
pengaruh antara benda mati dan makhluk hidup? Apakah semua entitas memiliki
kapasitas yang sama untuk bertindak dalam sistem sosial dan ekologi?
0 Komentar