Menurut pembacaan hermeneutika sufistik ‘Abd al-Karim al-Jîlî, huruf h adalah huwîyat al-Haqq sebagai eksistensi al-insan. Dengan penghayatan tipografis, secara ontologis, bentuk bundar dari huruf h tersebut menunjukkan sirkulasi wujud antara alam murni (transendentalitas ilahiah) dengan alam kontaminasi (al-mulk wa al-syahadah). Hal ini menggamblangkan kosmologi yang hierarkis berkaitan dengan wujûd.
![]() |
Annemarie Schimmel, Deciphering |
Gerak siklikal huruf h itu menunjukkan
keserentakan antara taraqqi dan tanazul dalam konstanta wujûd.
Mari kita mengintimkan ihwal ini dengan ayat yang berbunyi, “tsumma danâ
fatadallâ, fakâna qâba qawsayni aw adnâ; Syaikh al-Akbar Muhy al-Dîn Ibn ‘Arabî
menafsirkan “dua busur” tersebut sebagai “lingkaran”. Sebagaimana aku denganmu,
kekasihku, mari kita menyatu dalam bermalam minggu, mendekat semakin dekat, O
Mayvat.
Selamat malam minggu. Berkekasih-rialah kita semua.
Celakalah bagi yang tuna-asmara.
*29/12/2017
0 Komentar