Puisi, bagiku, semacam sublimasi erotik ketika ia dihadapkan pada perempuan, karena ia memang bertubuh perempuan---di saat dihadapkan padanya. Akan tetapi, perempuan itu bisa maskulin dan sekaligus feminin, sehingga kerepotannya adalah ketika puisi dikuasai oleh maskulinitas perempuan: akhirnya puisi berposisi untuk berwajah ganda, resiprokal, agar mondar-mandir dalam gerak rancak maskulinitas dan femininitas; itu pun baik secara estetika lahir (ḥusn) dan estetika batin (jamāl).
![]() |
https://mvslim.com/ |
[Tambahan: bukan berarti ketika puisi dihadapkan pada perempuan itu menjadikan perempuan diteguk oleh puisi, melainkan mereka saling meneguk dalam resonansi kedahagaan masing-masing.]
*25/11/2017
0 Komentar