Geopolitik kuliner yang selalu mengejar yang enak dan menghindar dari yang takenak, jika disoroti secara tajam, bertentangan secara diametral dengan pembacaan natural yang dikerjakan oleh tubuh kita sendiri.
Umumnya, yang enak, mau tak mau, dinilai tubuh sebagai
yang takenak—dengan perspektif lebih holistik yang tak berhenti pada permukaan
lidah belaka. Tubuh kita, bukan kita, secara alamiah, tahu betul bahwa yang enak
jangka pendek acap kali adalah yang takenak jangka panjang.
Gaya hidup sedenter itu memang enak, tak dapat
disangkal sama sekali, tetapi tubuh secara alamiah menegaskan bahwa alhasil
gaya hidup demikian itu takenak. Aspek hewaniah kita selalu ingin yang
enak-enak, seperti makan segala barang, minum sembarang cairan, sementara tubuh
dengan cerdas membacanya sebagai upaya perangsekan terhadap ‘sistem kehidupan’.
Kita memang berhak dan punya kebebasan tak peduli,
tetap duduk sembari ongkang-ongkang kaki. Walakin, hanya tubuhlah yang punya
prerogatif absolut untuk menjalankan kerja alamiahnya.
*12/1/2023
0 Komentar