Kaupasang anyir
keranda mayat di samping kasurku. Masih kucamil belatung yang sama. Yang
kaugembalakan dari duri kelaminmu. Dari padang tandus sahara berbentuk lonjong
neraka. Aku membacakan sejarah. Tertulis luka-luka yang kauternak. Terlukis
nanah-nanah yang kautanak.
“Mengapa ada hujan
darah di kelenjar otakmu?” Aku menjerit tenang. Hatiku penuh borok. Perutku
tumbuh orok. Rahimku rimba yang kalian tusuki dengan pepohonan. Hingga
membusuk. Tempat orangorang muntah.
Amis tercucur dari keringatku. Borok-borok mitos. Kumaniskan sirup darah ini. Lagi. Segelas ludah. Masih tetaplah anyir yang merebak dari kerenda mayat di samping kasurku. “Akan kaubawa ke mana bau mautku?”
*5/7/2019
![]() |
La Muse 1935 (Pablo Picasso) 1970 | © Alfredo Dagli Orti/REX/Shutterstock |
0 Komentar