Dan segenap dosa yang kupunya ingin kugugurkan dengan sebungkus doa. Bolehkah? Tapi hidup tak pernah menetap pada sepi yang tuntas. Lengking yang nyaring masih milik nyawa meski hampir mengering. Sebab mautlah penyelamat kehidupan.
Berkabung atas
hidup, menggiling sedih dan perih yang amat kalut. Napas mencoba merapikan karut-marut
yang bersilang-sengkarut di segenap penjuru jiwa, di seganjil apa pun suasana.
Aku menyadran pada asal dari muasal dan bertawakal membacakan puisi yang hanya
dua penggal,
“jadikan darahku
mengalir dengan berkah
dan jantung berdagdigdug penuh rahmat yang
tiada tara...”
Seperti melempar
sunyi ke sumur ngeri. Bergemalah segala suara. Lalu gelap berkabar geming, aku
gamang dan merinding.
Bercelingukan di
antara nestapa dan gembira adalah kodrat dari jendela dunia. Kehendak selalu
berdiri tegak dan tak pernah retak 'tuk mengajak ke liuk-lekuk jalan yang tak
bertelunjuk.
Sungguh akan lekas
kupulangkan naluriku ke rumah nuraniku melewati jalur rindu yang penuh dirimu,
duriku: Hidupku. Dan berharap pada setiap duri yang kuinjak menjadi diksi yang
kupijak, membekas puisi dalam jejak.[]
*2/11/2018
0 Komentar