Belum juga sempat kutabuh irama, kau malah telah menggambar nada.

Sebaris puisi kita yang lalu kauukir di ubun-ubun cakrawalamu: kau lentangkan yang telah kulantangkan. Aku rebah di ujung tebing hadirmu, di seucap lirik getir di mana kabut dan angin bergelut desir.

Memukul waktu yang kelu, menggodam jeda yang gagu; kita memamah detak dalam degup, menanak retak pada gugup. Lalu, dalam gigil peluk kata-kata kita yang selalu basah, kita merapalkan bersama-sama iris baris terakhir puisi kita: Dan cinta selalu bisa membawa seekor semut ‘tuk menyeberangi samudra dan menerbangi angkasa.

*27/10/2020

https://www.boredpanda.com/